Feature
29 April 2013
Sketsa Dari Langit, Baubau Dalam Bingkai Awan
 
BAUBAU begitu cerah, berkas sinar menembus kabin pesawat melalui jendela, raja hari begitu bundar, berwarna jingga menyilaukan mata. Selasa pagi, 23 April 2013 dalam sebuah perjalanan bisnis bertemu dengan beberapa pengusaha percetakan terkemuka di Kota Surabaya, negeri buaya dan hiu.

YUHANDRI HARDIMAN, PEMRED BAUBAU POST

PANORAMA indah terbentang tanpa fatamorgana. Teluk Baubau yang eksotik menyihir mata, sebuah ciptaan yang indah dan mempesona. Irisan pulau seperti potongan kue lapis, tepi pantai menggaris tanpa hempasan ombak di pagi itu.

Rupanya mereka semua ikut mabuk dan melongok seperti mencium kaca jendela pesawat. Menatap biduk menggaris di air, menyaksikan aktivitas perahu, mengagumi tegaknya bangunan yang sebagian penghuninya masih tertidur pulas.

Ada danau kecil di Pulau seberang, bundar dipenuhi air, tampak dari udara. Di sekitarnya sekira satu atau dua kilo meter terdapat beberapa lubang lainnya. Boleh dikata seperti danau yang kering berselimut semak. Lengkungan itu seperti bekas tumbukan meteor, begitu banyak jumlahnya, ada yang kecil dan ada yang besar.

Baubau telah jauh dari pelupuk mata, terlalu cepat untuk dinikmati. Pulau Ular (Liwutongkidi) seperti gundukan pasir di antara dua batu, terlihat cerah tanpa partisi awan. Ada yang menunjuk jejeran pulau kecil, ada teluk yang menjorok. Saya menduganya Teluk Lasori di Kecamatan Mawasangka Timur.

Tebalnya hutan membungkus pulau dipayungi awan. Aku merasa tidak salah menjelaskan kepada pria yang duduk di sampingku. "Kita melintasi Pulau Kabaena." Ada irisan yang berbeda, pulau yang menggunung itu terlihat bergaris seperti ngarai bekas aliran lahar panas, seperti tanah yang berlipat atau seperti gurita sedang menjari. Pulau itu diapit beberapa pulau kecil di tepinya.

Kumpulan awan terhampar seperti kapuk menutupi seareal padang rumput. Badan pesawat seperti melintasi jalan berkerikil, miring ke kiri menghindari awan hitam yang membentuk tebing curam. Daerah itu sedang dilanda hujan, di bawahnya banyak pematang terjatuhi air. Demikianlah kita menyaksikan air hujan jatuh ke bumi.

Pesawat merendah dan melintasi dua bukit yang di tengahnya terbentang jauh pertanian sawah seperti berlantai karpet hijau. Kita memasuki daerah yang penduduknya mengolah tambak ikan.

Pesawat semakin rendah, sayap dikepak lalu meluncur mendekati tanah. Kota Makassar tidak hujan namun tak secerah Kota Baubau. 45 menit dalam sebuah perjalanan di antara dua cuaca. Suasana Kota Makassar seperti menjelang petang, kabut kelabu menghalangi pandangan mata.(**)
 
Share |
 
Dibaca 796 kali
 
KOMENTAR BERITA
20:10/16-10-13
Herman rifki 
Siapa namamu
17:11/02-11-13
andrew 
mungkin anda sebagai penulis perlu sekolah dan pendidikan yg lebih tinggi.. gaya bahasa anda sangat kampungan. !!
12:12/09-12-13
Yuhandri Hardiman 
Andrew; Coba menulis dulu seperti ini. Ini FEATURE. Di dalam seni menulis itu urusannya penulis mw pake gaya bahasa apa? Atau kamu datang di Redaksi Baubau Pos kita berdebat soal tulisan. Atau cari tempat netral kita berdebat???!!!! Nanti sy perinthkan wartawanku untuk mengabadikannya dalam berita.
     
Nama :
Email :
komentar :
Kode Verifikas :
   
   

 

 
 
 
 
                                                                                                         Dua Jambret Diamuk Massa, Satu Orang Tewas     Sekda Baubau Dinilai Gagal Menjalankan Tugas     Perkara Perdata Sultan Buton Tidak Pengaruhi Eksistensi Lembaga Adat     Terminal Lakologou Nan Gersang     Dirgahayu Veteran RI, Pengorbananmu Tak Lekang Oleh Waktu      Alamat Redaksi, JL Yos Soedarso, Kota Baubau Sultra. Lantai II Umna Wolio Plaza. BERLANGGANAN/IKLAN .::. Tlp. 0402-282115 - HP - 0815 2480 5731 Kirim SMS (BERLANGGANAN (SPASI) NAMA (SPASI) ALAMAT JELAS.