SEKITAR 30 KM ke arah barat Kota Baubau, Desa Bola, Kecamatan Batauga, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, merupakan daerah pesisir yang masyarakatnya menggantungkan hidup pada perkebunan dan hasil laut. Sebagai komunitas yang menggantungkan hidup dari hasil laut, masyarakatnya sempat mengalami masa "jahiliyah" masa yang hanya mengambil hasil laut tanpa menjaga dan memperhitungkan kerusakan ekosistem laut, penangkapan ikan secara destruktif (menggunakan bom dan potasium) cukup marak.
------------------------
Yuhandri Hardiman, Buton
------------------------
INTERAKSI dengan laut dilakukan ketika musim teduh antara Mei dan November. Sedangkan jika musim barat datang antara Desember hingga Maret, masyarakat tak ada yang melaut. Ketika itu masyarakat akan mulai bercocok tanam dan menggantungkan hidup dari hasil kebun. Meski demikian, masyarakat Desa Bola tergolong masyarakat pesisir karena tinggal di kawasan pesisir dengan kontur desa tebing dan sebagian lagi berupa pantai (baca: Pantai Jodoh).
Menurut riwayat, masyarakat Desa Bola tak ada yang pandai merakit bom dan tak ada yang menangkap ikan menggunakan racun. Namun di pantai Desa Bola kerap terjadi pemboman dan penangkapan ikan menggunakan racun (tuba dan potas).
Seakan sebuah ritual, masyarakat yang tidak terlibat pemboman itu pasti akan beramai-ramai ikut mengambil ikan-ikan hasil bom itu, menikmati dengan tangan terbuka setiap saat orang bukan penghuni desa itu bisa membom di areal pantai asal masyarakat bisa ikut merasakan hasilnya.
Keadaan ini telah berlangsung lama dan membudaya, masyarakat ketika itu belum begitu memahami bahwa desanya telah menjadi obyek pengrusakan yang secara jangka panjang akan berdampak buruk bagi ekosistem di kawasan itu, masyarakat tak menyadari kalau terumbu karang akan ikut hancur dan ikan-ikan akan mati, sedangkan yang hidup akan menjauh dari areal itu.
"Begitu bunyi bom, masyarakat berlomba-lomba ke pantai ikut memungut ikan-ikan yang mati. Tapi waktu itu masyarakat tidak tahu kalau ikan akan habis hingga telur-telurnya, sedangkan yang hidup akan menjauh," jelas Kepala Desa Bola, La Nusia.
Memang terasa, ikan-ikan menjadi sulit diperoleh di sana. Hingga tahun 2008, terumbu karang di Desa Bola tergolong rusak. Kesadaran untuk merehabilitasi baru muncul seiring kehadiran Coremap II Buton tahun 2008, kini kawasan pantai dijaga oleh masyarakat.
Masyarakat secara musyawarah melibatkan tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, dan unsur pemerintah, membuat Peraturan Desa (Perdes) yang menjadi dasar hukum bagi Daerah Perlindungan Laut (DPL). Isi Perdes itu di antaranya mengenai larangan tidak boleh mengganggu DPL, tidak boleh memasang bubu di DPL, tidak boleh menambang pasir, bahkan tidak boleh melintasinya.
DPL di Desa Bola dipilih khusus di daerah tebing tak jauh dari Pantai Jodoh. Di tebing itu terdapat terumbu karang besar (Dalam bahasa Ciacia disebut pasi malewa) yang berarti terumbu karang lebar. Selain berlaut dalam, DPL juga meliputi daerah dangkal berpasir.
Keadaan pasi malewa sebelum kehadiran Coremap II Buton sangat memprihatinkan. Kini kondisinya menjadi sangat baik, hasilnya ikan bertambah secara signifikan. "Bahkan ikan yang selama ini tinggal satu-satu ekor kita liat, kini sudah banya," katanya lagi.
DPL memiliki luas 100 x 200 meter. Kini masyarakat merasa memiliki dan ikut menjaga pesisir yang ternyata bermanfaat besar bagi kehidupan manusia. Kini tak ada lagi bom di siang hari, dan tak ada lagi masyarakat yang ikut menikmati ikan hasil penangkapan tak wajar. Meski masyarakat ikut mengawasi laut, tetap saja kecolongan. Pemboman ikan dilakukan di waktu malam, bahkan di DPL.
Kehadiran Coremap II Buton telah memberi manfaat dan pendidikan tentang konservasi terumbu karang. Masyarakat diberdayakan, mendapat dana seedfund untuk bantuan modal usaha budidaya rumput laut dan modal usaha warung. Masyarakat juga menikmati fasilitas umum melalui program dana bloggrant seperti jalan rabat menuju kebun senilai Rp 50 juta yang sebelumnya berbatu dan agak sulit dilewati. Melalui dana bloggrant juga, masyarakat bisa merehabilitasi Puskesmas.
Pemahaman akan cinta bahari telah menjangkiti anak usia sekolah. Muatan lokal tentang terumbu karang telah menjadi kurikulum, dan telah menetap dalam pikiran para agen of change itu fungsi dan manfaat menjaga ekosistem laut.
"Sebenarnya kalau dibanding sebelum datangnya program Coremap II ini ada perbedaan. Kalau dari menurut laporan warga dari jenis ikan ada perubahan, sudah luar biasa," kata Kades.(**)
Dibaca 37 kali
KOMENTAR BERITA