KENDARI, baubaupos.com - Kamis (24/2) sekira pukul 10.30 Wita, sejumlah massa berasal dari Kabupaten Konawe Selatan dan mengatas namakan Aliansi Masyarakat Adat Menggugat (AMAT), mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional Sultra. Dengan berjalan kaki dan diikuti satu unit mobil open kap menuju Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sultra, coordinator AMAT.
Kedatangan sejumlah massa yang berasal dari beberapa desa dan kecamatan di Kabupaten Konawe Selatan itu, terkait dengan lahan yang digunakan oleh PT Ifishdeco, yang menurut AMAT telah merugikan masyarakat dibeberapa desa dan kecamatan di Kabupaten Konawe Selatan. Karena, selama PT Ifishdeco beroperasi, telah mengambil hak-hak masyarakat yakni dengan menancapkan tapal batas yang sudah tidak sesuai lagi dengan Hak Guna Usaha (HGU).
Kordinator Lapangan (korlap) dalam aksi tersebut, Adi Yusuf, dalam orasinya didepan kantor BPN mengatakan, telah terjadi konspirasi antara anggota DPRD kabupaten Konawe Selatan dengan Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan untuk merampas hak-hak kami, guna memuluskan rencana PT Ifishdeco memperluas wilayah usahanya.
Untuk itu, AMAT meminta kepada BPN Sultra agar segera meluruskan masalah ini. Karena esensi Otonomi Daerah (Otoda) yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dalam berbagai aspek, termasuk peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dengan cara memanfaatkan potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang berkesinambungan tanpa mengurangi tatanan dan nilai-nilai social serta kearifan local yang telah terpelihara sejak ratusan tahun silam.
Lebih jauh, imbuh Yusuf, Otoda akan terlaksana sesuai amanat UU Nomor 13 Tahun 2004 tatkala semua pihak memahami kondisi dan perkembangan masyarakatnya. Sengketa pertanahan baik secara vertical maupun horizontal menjadi salah satu fenomena social saat ini, sekaligus potret buram gagalnya Otoda (Desentralisasi). Mengingat UU PA Nomor 5 Tahun 1960, sebagai paying hokum tertinggi untuk penyelesaian sengketa pertanahan. Namun, di Kabupaten Konawe Selatan asas Hukum Lex Spesialst Derogate Lex General selalu dianulir pihak pengambil kebijakan yang berdampak pada kerusuhan social, ujar Yusuf dalam orasinya.
Diakhir orasinya, Adi Yusuf, meminta kepada BPN Sultra agar mengambil alih masalah pertanahan di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan. Kemudian, segera melegalisasi bahwa lahan masyarakat Desa Lalonggasu dan Palotawo berada diluar wilayah HGU PT Ifishdeco sesuai surat Kepala BPN konawe Selatan Nomor 400-1-2010, surat Kepala BPN Provinsi Sultra Nomor 1026/500.16/x/2010 dan data yuridis lainnya.
Di samping itu juga, meminta laporan tertulis kepada manajemen PT Ifishdeco mulai Tahun 1993-2010 mengenai penggunaan lahan HGU sesuai amanat PP Nomor 40/1996 sebagai bukti HGU masih aktif. Teus, memberikan sanksi atau teguran terhadap oknum PNS Lingkup BPN Kabupaten Konawe Selatan yang terkesan berkonspirasi dengan Pemda dan Manajemen PT Ifishdeco. Dan jika tuntutan ini tidak diindahkan dan kinerja BPN Sultra tidak memuaskan semua pihak, maka AMAT nyatakan BPN Sultra juga turut serta dalam konspirasi tersebut, hardik Yusuf.
Amatan Koran ini, setelah berkoar-koar hamper setengah jam diluar pagar kantor BPN Sultra, Maka AMAT diperbolehkan memasuki halaman kantor BPN yang dijaga ketat anggota Kepolisian untuk bertemu pimpinan BPN Sultra. Namun karena pimpinan BPN Sultra sedang tidak berada di tempat, maka perwakilan AMAT diterima kepala-kepala bidang ang ada di kantor pertanahan itu.
Dari pertemuan perwakilan AMAT dengan kepala-kepala bidang yang berjumlah sekitar delapan orang, belum menghasilkan sesuatu yang menjadi harapan AMAT bertandang ke kantor BPN itu. Dalam pertemuan itu, Kepala Bidang Sengketa Tanah, Haerun, mengatakan pertemuan kita ini hanya sebagai ajang diskusi. Karena, penentu kebijakan adalah pimpinan. Maka, melalui hasil diskusi ini akan diteruskan kepada pimpinan untuk menghasilkan kesimpulan yang bisa memuaskan semua pihak, tukas Haerun. (rin)
Dibaca 240 kali
KOMENTAR BERITA