Opini
17 Juni 2011
Memaknai Hari Kesaktian Pancasila: Waspada Disintegrasi di Daerah
Oleh : Syahrun Ode
 
SEJAK reformasi bergulir dan disertai tumbangnya rezim orde baru tahun 1998, mulai terjadi perubahan politik dan sistem kenegaraan, serta perubahan-perubahan di bidang lainnya yang sebelumnya tidak terbayangkan dapat terjadi. Sayangnya reformasi tidak mudah untuk dijalankan dan reformasi ternyata juga menimbulkan ekses yang negatif bagi berkembangan bangsa.

Ekses tersebut sampai kepada munculnya ancaman terhadap persatuan dan kesatuan bangsa yang ditandai dengan memudarnya etika moral kehidupan berbangsa. Hal itu tampak dengan adanya konflik sosial yang berkepanjangan, berkurangnya sopan santun dan budi pekerti yang luhur dalam pergaulan sosial, melemahnya kejujuran dan sikap amanah terhadap ketentuan hukum dan peraturan, munculnya kecenderungan primordialisme: fanatik etnik, agama, kedaerahan yang bertentangan dengan paham kebangsaan. Lebih memprihatinkan lagi di tingkat elit politik saling berebut kekuasaan yang cenderung demi kepentingan partai dan golongannya.
Kenyataan yang berkembang di masyarakat adalah cara pandang terhadap wawasan kebangsaan yang hampir meluntur dan mencapai titik terendah pada diri anak bangsa. Ikatan nilai-nilai kebangsaan yang pernah terpatri kuat dalam kehidupan bangsa, rasa cinta tanah air, bela Negara dan semangat patriotismebangsa mulai luntur, longgar bahkan hamper sirna. Nilai budaya gotong royong, kesediaan untuk saling menghargai dan saling menghormati perbedaan serta kerelaan berkorban untuk kepentingan bangsa yang dulu melekat kuat dalam sanubari masyarakat kini semakin menipis.
Kenyataan-kenyataan di atas merupakan akibat dari ditinggalkannya penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Masyarakat sepertinya alergi bila mendengar kata Pancasila sejak terjadinya reformasi. Hal ini terjadi karena ada pandangan Pancasila pada saat Orde Baru hanya dimanfaatkan oleh penguasa untuk kepentingan kelanggengan kekuasaannya. Sehingga pada saat itu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila diimplementasikan hanya secara normatif dan teoritis serta belum benar-benar diamalkan dengan baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila dalam sistem kenegaraan menjadi multi tafsir dan cenderung untuk kepentingan penguasa. Oleh karena itu ketika orde baru jatuh, maka Pancasila juga mulai ditinggalkan.
Sejarah implementasi Pancasila memang tidak menunjukkan garis lurus, bukan dalam pengertian keabsahan substansialnya, tapi dalam konteks implementasinya. Tantangan terhadap Pancasila sebagai kristalisasi pandangan politik berbangsa dan bernegara bukan hanya berasal dari faktor domestik, tetapi juga internasional. Banyak ideologi-ideologi mancanegara yang turut bertarung di Indonesia. Kini gelombang demokratisasi, hak asasi manusia, neo-liberalisme, serta neo-konservatisme dan globalisme bahkan telah memasuki cara pandang dan cara berpikir masyarakat Indonesia. Hal demikian bisa meminggirkan Pancasila dan bisa menghadirkan sistem nilai dan idealisme baru yang bertentangan dengan kepribadian bangsa. Dalam suasana demikian, bisa saja solidaritas global menggeser kesetiaan nasional. Internasionalisme menggeser nasionalisme.
Kini bangsa Indonesia harus kembali kepada nilai-nilai Pancasila yang sangat istimewa agar tidak terjadi disintegrasi bangsa. Terbentuknya negara yang dinamakan Indonesia tahun 1945 oleh karena kesadaran dan kesepakatan bangsa untuk mendasarkan diri kepada Pancasila. Dengan Pancasila, persatuan dan kesatuan bangsa dari Sabang sampai Meraoke tetap akan utuh dan apa yang dinamakan negara dan bangsa Indonesia akan tetap ada.
Untuk kepentingan hal tersebut, maka dibutuhkan upaya sungguh-sungguh untuk peningkatan persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan demikian, bangsa ini dapat mengembangkan keharmonisan dan kemandiriannya demi mencapai kemajuan bangsa, antara lain perlu implementasi kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Akibat hukum dari disahkannya Pancasila sebagai dasar negara, maka seluruh kehidupan bernegara dan bermasyarakat haruslah didasari oleh Pancasila. Landasan hukum Pancasila sebagai dasar negara memberi akibat hukum dan filosofis; yaitu kehidupan negara dari bangsa ini haruslah berpedoman kepada Pancasila. Bagaimana sebetulnya implementasi Pancasila dalam sejarah Indonesia selama ini dan pentingnya upaya untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila yang setelah reformasi mulai ditinggalkan demi tegaknya persatuan dan kesatuan NKRI.
Hak-hak rakyat mulai dikembangkan dalam tataran elit maupun dalam tataran rakyat bawah. Rakyat bebas untuk berserikat dan berkumpul dengan mendirikan partai politik, LSM, dan lain-lain. Penegakan hukum sudah mulai lebih baik daripada masa Orba. Namun, sangat disayangkan para elit politik yang mengendalikan pemerintahan dan kebijakan kurang konsisten dalam penegakan hukum. Dalam bidang sosial budaya, disatu sisi kebebasan berbicara, bersikap, dan bertindak amat memacu kreativitas masyarakat. Namun, di sisi lain justru menimbulkan semangat primordialisme. Benturan antar suku, antar umat beragama, antar kelompok, dan antar daerah terjadi dimana-mana. Kriminalitas meningkat dan pengerahan masa menjadi cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berpotensi tindakan kekerasan.
Kondisi nyata saat ini yang dihadapi adalah munculnya ego kedaerahan dan primordialisme sempit, munculnya indikasi tersebut sebagai salah satu gambaran menurunnya pemahaman tentang Pancasila sebagai suatu ideologi, dasar filsafati negara, azas, paham negara. Padahal seperti diketahui Pancasila sebagai sistem yang terdiri dari lima sila ( sikap/prinsip/pandangan hidup) dan merupakan suatu keutuhan yang saling menjiwai dan dijiwai itu digali dari kepribadian bangsa Indonesia yang majemuk bermacam etnis/suku bangsa, agama dan budaya yang bersumpah menjadi satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa persatuan, sesuai dengan sesanti Bhineka Tunggal Ika. Menurunnya rasa persatuan dan kesatuan diantara sesama warga bangsa saat ini adalah yang ditandai dengan adanya konflik dibeberapa daerah, baik konflik horizontal maupun konflik vertikal, seperti halnya yang masih terjadi di Papua,Maluku. Berbagai konflik yang terjadi dan telah banyak menelan korban jiwa antar sesama warga bangsa dalam kehidupan masyarakat, seolah-olah wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila yang lebih mengutamakan kerukunan telah hilang dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Apabila pemahaman Pancasila sebagai ideologi negara tidak ditingkatkan dan tidak diimplementasikan, maka akan dapat terjadi fenomena sebagai berikut :
a. Pembuatan peraturan perundang-undangan tidak memperhatikan keterkaitannya dangan nilai dasar Pancasila, sehinga terjadi tari menarik antar pihak yang berkepentingan sesuai organisasinya, dan tidak lagi berorientasi kepada kepentingan bangsa dan negara.
b. Masuknya subtansi budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya bangsa kedalam berbagai aturan atau perundang-undangan nasional, tanpa memperhatikan nilai-nilai dasar Pancasila.
c. Kendornya nilai-nilai kekeluargaan, semangat gotong royong, tenggang rasa, norma susila, kesopanan dan adat istiadat bangsa..
d. Munculnya sikap primordialisme, dimana sikap ini berwawasan sempit dan isolatif serta hanya mengutamakan kepentingan asal usul kelompoknya saja, seperti dinasti, ras, suku, golongan, daerah dan agama, yang sangat bertentangan dengan Pancasila.
Semua hal-hal tersebut diatas akan dapat mengurangi ketangguhan bangsa Indonesia dalam membangun masyarakat, bangsa dan negara sehingga dapat memecah belah keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kualitas internalisasi pada individu, diharapkan dimulai dari penerimaan atas ideologi Pancasila, kemampuan pengendalian diri, sampai pada kondisi, dimana tumbuhnya motivasi kuat untuk mengamalkannya. Tingkat keyakinan tersebut juga diharapkan dapat membangun kekuatan internal individu, sehingga individu yang bersangkutan mampu melakukan seleksi dengan benar atas pengaruh dari luar, mengambil pengaruh positif dan menolak pengaruh negatif.(**)
 
Share |
 
Dibaca 66 kali
 
KOMENTAR BERITA
     
Nama :
Email :
komentar :
   

 

 
 
 
    Isu Mutasi PNS Kembali Meresahkan     Mansur Putu Bantah Tak Berpihak Pada Karyawan PT WDR     Warga Lipu Bakar Lahan Bandara     Bandara Didemo, 2 Pesawat Urung Mendarat     La Biru: Tidak Benar Kertas Suara Dicoblos Duluan     Lagi, Pemkot Baubau Bungkam Soal Gaji 13     Hari Kedua Bulan Ramadhan PNS Malas Ngantor     Jalan Kulisusu - Kulisusu Barat Rusak Berat     Tiga Pimpinan DPRD Absen     Perhitungan Quick Count AYO Menang Satu Putaran     HASIL PEROLEHAN SUARA QUIC COUNT JSI     Karyawan PT WDR Mogok     Ishak Zuhur Geram, DPRDMandek Bahas ProyekBermasalah     KPU Baubau Ajukan Anggaran Pilwali Rp 12 M     Program Pemkab Wakatobi Lima TahunTerakhir Tidak Optimal